"Kualitas Internasional Harga Nasional"

harga-cabai-naik

Harga cabai rawit kian meroket, untungkah untuk petani cabai?

Cabai rawit akhir-akhir ini ramai jadi bahan perbincangan, selain harganya yang fantastis tentu juga ketersediaannya yang terbatas membuat harga melambung tinggi.

Tanaman cabai yang memiliki rasa pedas ini banyak disukai oleh mayoritas masyarakat Indonesia untuk digunakan sebagai penyedap masakan. Tidak heran kalo keberadaan cabai ini sangat dinantikan, khusunya oleh kalangan penyuka makanan pedas.

Melansir dari situs online bahawa Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI) Qomarun Najmi mengatakan faktor cuaca menjadi penyebab harga cabai rawit naik hingga Rp 100 ribu per kilogram. Sejumlah petani, kata dia, mengalami gagal panen akibat curah hujan yang tak menentu.

"Masa panen sudah mau habis, sedangkan di sentra produksi, banyak cabai kena penyakit patek akibat curah hujan yang tinggi,” ungkapnya.

Najmi menuturkan gagal panen terjadi hampir menyeluruh di sentra-sentra penghasil cabai. Kondisi ini membuat stok cabai terbatas di pasar. Padahal, ia menyebut cabai merupakan komoditas pangan yang sensitif. Harga cabai fluktuatif, tergantung ketersediaan stoknya.

Selain karena gagal panen, kenaikan harga cabai didorong oleh produksinya yang rendah. Najmi mengungkapkan, menanam cabai saat ini kurang menarik bagi petani.

Sebabnya, marjin keuntungan yang didapat petani dari menanam cabai acap tak sesuai dengan biaya produksinya. “Tahun ini sedikit sekali petani yang tanam (cabai) karena tahun kemarin harga cabai rendah," kata dia.

Di sisi lain, kenaikan harga cabai terjadi karena tren impor terhadap komoditas pangan itu berkurang. Kenaikan biaya logistik membuat volume impor menyusut—menurut Najmi.

Menurut situs Informasi Pangan Jakarta, harga cabai rata-rata di Ibu Kota per 7 Juni 2022 menembus Rp 93.681 per kilogram. Sedangkan harga cabai tertinggi mencapai Rp 120 ribu per kilogram.

Ihwal produksi yang rendah di dalam negeri, Najmi mengungkapkan kondisi ini terjadi lantaran para petani umumnya menerapkan sistem tanam secara monokultur. Pertanian monokultur ini mempunyai isu risiko terhadap pengendalian hama dan penyakit.

“Walhasil, jika terjadi gagal panen, dampaknya sangat meluas. Karena itu, disarankan agar cabai menjadi tanaman sela,” tutupnya.

Meskipun harga jual cabai melambung tinggi, tetapi beberapa petani cabai mengaku masih merugi. Sebab, banyak areal yang gagal panen akibat hujan yang terus mengguyur. Hujan menimbulkan pembusukan buah atau istilah lokal disebut patek

Jadi dengan harga cabai yang kian meroket apakah petani untung? Buntung juga ia.

Melihat permasalahan yang ada pada saat ini, PT Advansia Indotani sebagai perusahaan Agrokimia yang bergerak di bidang perlindungan tanaman (pestisida) berkomitmen dalam memberikan edukasi dan solusi dari setiap permasalahan yang di hadapi para petani. Menghadirkan fungisida AMOTAN 250 SC sebagai solusi kendalikan penyakit patek (antraknosa) pada tanaman cabai. Dengan adanya AMOTAN 250 SC diharapkan mampu menekan kekurangan pasokan cabai yang diakibatkan adaya serangan penyakit patek (antraknosa).

Selain dari adanya penyakit tentu juga yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman cabai yaitu adanya serangan hama/ OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).

Hama kutu kebul merupakan salah satu hama yang sering muncul pada saat budidaya cabai, tentu hal ini perlu di waspadai oleh setiap petani agar serangan daripada hama tersebut tidak meluas bahkan berkurangnya hasil panen. Kendalikan dengan insektisida AGUS 500 SC sebagai spesialis pengendali kutu kebul pada tanaman cabai.